Sr, Bapak – Ibu guru , dan anak – anakku sekalian yang terkasih…..
Orang tua, bapa – mama , melahirkan manusia secara biologis dan melahirkan kembali manusia secara batiniah. Tetapi guru melahirkan kembali yang lahir tanpa ilmu dan pengetahuan dan membesarkannya dengan bimbingan karakter. Kelahiran kedua ini merupakan bekal hidup yang sangat kuat pengaruhnya.
Nanang Sudjana menyatakan “Peran Guru dalam proses pengajaran belum dapat digantikan oleh mesin, radio, tape recorder, atau pun computer yang paling modern sekalipun”. Masih terlalu banyak unsur manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motifasi, kebiasaan, dan lain lain yang merupakan hasil dari proses pengajaran yang tidak dapat di capai melalui alat-alat tersebut.
Jika kita menempatkan peran guru ini kedalam ranah nurani kita maka pantaslah kita berkata “Terpujilah engkau wahai Ibu, Bapak Guru ; Terpujilah engkau wahai pahlawan tanpa tanda jasa; engkau bagai pelita dalam kegelapan yang menerangi nurani akal budi”, saya teringat Suster Ratna. OSU, dalam suatu pertemuan mencoba menganalogika Guru dengan seniman patung. Seorang seniman patung dengan intuisi estetis melihat ada sesuatu yang menarik didalam sebuah bongkahan kayu maka ia memahat, mengukir, membuang bagian-bagian kayu yang tak berbentuk sehingga patung itu menjadi patung yang indah. Coba lihat! Guru harus bisa merancang menyiapkan dan menyusun rencana Pembelajaran yang tepat karena dia guru adalah seniman yang media tempatnya berkarya adalah jiwa dan akal budi anak didik.
Guru itu seniman hebat ia harus melihat dengan terang akal budi materi pembelajaran dan hubungannya dengan karakter anak didik untuk apa? Agar dapat menyiapkan dan menyeleksi rencana pembelajaran secara tepat. Anak itu media, tempat guru berkarya menuangkan segala ide dan gagasan; tempat dimana guru turun tangan membimbing mereka agar bisa, guru itu seniman yang hebat dan keren. Dititik ini anak-anak menjadi penting ia bukan objek tetapi subjek yang harus dibentuk secara manusiawi. Santa Angela mengatakan “Perhatikanlah dan bersunggu-sungguhlah, mengerti dan memahami tingkah laku putra-putri anda”.
Kembali lagi pada kebahagian dan kebanggaan untuk menjadi seorang guru, seorang guru haruslah bersedia untuk memberi diri dan mengupdate pengetahuan. Memberi diri dan mengupdate pengetahuan adalah “dua semangat servite et amate”. Update pegetahuan adalah pelayanan dan memberi diri adalah jalan tepat bagi tindakan amate. Santa angela pernah berkata cintailah putra putri anda tanpa pilih kasih karena semuanya anak Allah dan anda tidak tahu apa yang ia rencanakan bagi mereka. Sejalan dengan kata-kata santa angela saya punya credo sendiri “ketika melihat murid-murid nakal, menjengkelkan dan melelahkan terkadang hati teruji dan kesabaran dituntut namun hadirkanlah gambaran bahwa suatu saat satu diantara mereka kelak akan meraih tangan kita menuju ke surge”.
Mengakhiri wejangan ini saya ingin membacakan sebuah puisi yang berjudul Guru Zaman.
GURU ZAMAN
Entah nama, entah waktu
Engkau guru
Dan aku juga
Ini bukan nasib cerita tentang kita
Ini panggilan cerita tugas kita
Jika ini nasib jangan jadi guru untuk nasi sepiring
Jika ini panggilan jadilah guru sejati
Untuk manusia bernama murid
Guru zaman
Entah nama entah waktu
Tetap jadi kandil
Terang dalam gelap
Tetap jadi pahlawan
Walau tanpa tanda jazah
Hari ini harimu
Dikenang dari zaman ke zaman
Hari ini namamu
Disebut setiap insan
Untuk karyamu yang hebat
Kau guru zaman dan aku juga
Beralun dalam irama waktu
Berlangkah dalam jejak zaman
Bersama anak-anak zaman
Dimana zaman berubah
Dan engkau juga turut
Jika pendidikan berubah sistem
Engkau dituntut
Dan engkau guru zaman
Bahagia dalam tugas
Ceria dalam karya
Tetes keringatmu
Jayakan anak bangsa
Karya Petrus Vinsen Malen Koten, S.Fil